[Review Buku] My Youth by Giantara Alam / @Geeantara -->

[Review Buku] My Youth by Giantara Alam / @Geeantara

Do Good, Be Kind, & Be Brave


Review Buku My Youth by Giantara Alam
Review Buku My Youth by Giantara Alam.

Hi Yeorobun! Long time no see... udah kangen banget gue nge-review buku lagi. Kali ini pilihan gue jatuh kepada karya yang ditulis oleh Giantara Alam. Judul bukunya adalah My Youth

Buku ini memang buku yang mau gue dapatkan, bukan buku yang bisa gue dapatkan. Kalau buku yang bisa gue dapatkan banyak, tapi yang mau gue dapatkan ya cuma My Youth ini hehehe. Begitulah kira-kira kalau Kala merasuk ke jiwa gue. Statement-nya yang legendaris itu sampai merasuk ke pikiran dan hati deh! 😄😜

By the way, gue tertarik membaca karya ini bukan hanya karena Lee Haechan yang dipilih sebagai facial claim-nya, melainkan karena cerita AU-nya sendiri menurut gue memang sebagus itu. Banyak isu-isu yang relate dengan kehidupan kita, pun gue yakin akan banyak pembelajaran yang bisa diambil.

Lalu, kenapa akhirnya gue memutuskan untuk membeli bukunya padahal di twitter karya sebagus ini bisa dibaca secara gartis? Pertama, karena ingin mendukung penulis. Menurut gue karya sebagus ini harus diapresiasi. Kedua, karena ingin menuntaskan rasa penasaran gue. Dan ketiga, karena buku ini memang mau gue dapatkan. #masihajahehe #Kalastyle

So without any further ado let's get started!

Sinopsis


Let's Talk About This Book!


1. Font-nya aman, ukurannya pun sesuai. Gue akan selalu membahas masalah font ini, karena menurut gue font merupakan elemen penting dalam sebuah buku. Gue pas baca kira-kira bisa nyaman nggak dengan font tegak bersambung? atau gue bisa baca nggak ya kalau ukuran tulisannya ternyata terlalu kecil? Jadi gue akan selalu cerewet masalah font dan ukurannya. 

2. Buku ini punya 456 halaman. Menurut gue cukup tebal untuk ukuran sebuah novel, jadi nggak bisa kalau dibaca sekali duduk. 

3. Latarnya ada di Jekardah, lebih tepatnya di Depok dan sekitarnya. Kawasan Universitas Indonesia terutama di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik akan jadi latar utama bagaimana kisah para lakonnya dimulai. Ada beberapa latar yang kemungkinan semu, seperti contohnya Rumah Kala, Clara, dan lakon yang lain. Entar kalau di spill alamat rumahnya, lu semua pada nyamper lagi ke rumah mereka! Canda yaa hehe 😃

4. I like their friendship relationship. Gue jadi ingat ada seorang psikolog yang pernah bilang kalau hubungan antar manusia itu diibaratkan seperti simbiosis. Tapi menurut gue, rasanya nggak etis membandingkan hubungan antar sesama manusia hanya sebatas bertukar keuntungan, kesannya tidak tulus dan mengharapkan imbalan. 

Daripada simbiosis, gue lebih suka bilang kalau manusia itu berhubungan untuk saling memberikan manfaat terutama kebaikan. Nah, dalam circle pertemanan, teman yang nggak memberikan manfaat baik pada diri kita biasanya secara alami akan terlepas dengan sendirinya. Alam secara sukarela menyeleksi proses pertemanan itu sampai kita beneran ketemu dengan orang-orang yang lebih tepat. It's okay to keep your circle small, but its a true friendship.

Review Buku My Youth by Giantara Alam
Facial Claim - My Youth by Giantara Alam.

5. I like Kala and Clara Relationship. Kisah cinta yang dibangun beneran terasa real. Pertama, nggak tiba-tiba jatuh cinta. Bahkan Kala aja awalnya bilang kalau nggak ada intensi lebih ke Clara. Sempat bilang begini juga, "kenapa gue harus kenal dia?" (hlm:124) --> Gue boleh ketawa kenceng nggak sih, Kal?

Benar kata Bunda Ayunda, 

We never know what would happen in the future, Kakak. To fall in love is not in our hand. And sometimes you can fall in love with the person you never thought you would. (hlm: 77)

Kedua, proses pdkt atau kenalan mereka cukup lama. Nah, kisah percintaan yang punya waktu lambat gini punya kesan lebih nyata. Orang-orang akan jauh lebih relate dengan keadaan yang seperti ini. 

Setelah pacaran pun, hubungan yang Kala dan Clara bangun sangat sehat. Penulis nggak mau buang waktu buat bikin konflik nggak jelas di hubungan mereka, konflik cemburu sama mantan misalnya wkwk. Jujur, gue awalnya berharap kalau si Kala ini masih ada rasa dikit gitu ke Asha (mantan pacarnya Kala). Tapi untung penulis lebih waras ya daripada gue, jadi hal-hal aneh yang gue pikirin ngak kejadian hehe.

Oiya, gue bilang kalau hubungan Kala dan Clara sangat sehat itu berdasarkan teori psikologi yang jadi patokan keluarga bahagia. Kuncinya ada 10 yaitu, komunikasi, fleksibilitas, kedekatan, kecocokan, cara resolusi konflik, relasi seksual (dg pasangan), me-time, family time, spritual life, dan finansial. Dalam buku ini, Kala dan Clara menurut gue punya semuanya kecuali spiritual life. Bukan nggak punya hubungan dengan Tuhan, tapi penulis memang nggak menuliskan spiritual life ini secara gamblang, concern-nya bukan di bagian itu. 

If Clara is embodiment of many worries and doubts we think about, Kala is the answer & vice versa. Just like Clara said, she doesn't want to be Kala's plus one, but half of each.

 

Gyanendra Kala Paramadita dan Agastya Judith Clarantia. (Anyer, Jan 1 '19)

6. Di dalam buku ini, penulis secara epik menuliskan konsep heartwarming family yang tentu saja nggak semua orang bisa relate dengan keadaan ini. Ada beberapa orang di luar sana yang besar kemungkinan tumbuh dari keluarga yang tidak baik-baik saja. Nah yang menarik, penulis secara langsung menunjukkan kepada pembaca dua keadaan berbeda itu. Gue harap kita bisa se-bijaksana Satya dalam menyikapi hal ini. Di chapter terakhir buku, dengan jelas dia bilang kalau melihat hangatnya keluarga Kala, setidaknya dia punya gambaran bagaimana konsep keluarga yang sebaiknya nanti dia bangun, mengingat ia juga tidak tumbuh dari keluarga yang utuh. (Ekhem... mau pakai adat apa, Sat? 😀)

7. Gue ber-terima kasih pada penulis karena mengangkat banyak isu sosial yang terjadi di sekitar kita, yang mana isu-isu itu nggak bisa dianggap sepele dan akhirnya hilang begitu saja. Paling tidak, setelah membaca buku ini, kita jauh lebih peka terhadap keadaan sekitar, kita tau mana saja permasalahan yang harus dengan cepat ditangani, dan tau bagaimana seharusnya kita bersikap. Menurut gue, kita bisa mulai dari cara yang paling mungkin bisa kita lakukan, misalnya bebenah diri. Kalau kata Ibu Ayu, semua itu harus dimulai dari diri kita sendiri.  

8. Gue juga suka narasi yang ditulis di awal chapter. Pemilihan diksinya tepat dan nggak berlebihan. Meskipun tidak menggunakan banyak majas, tapi estetika penulisannya tidak berkurang. 

9. Berkat buku ini, gue menemukan cukup banyak kosakata baru seperti, giting, anotasi, komuter, dll. Gue juga baru tahu kalau menurut KBBI, penulisan respons yang tepat justru menggunakan "s" dibelakangnya, artinya tanggapan. 

10. Oiya, gue juga suka ketika penulis menceritakan tokoh lain yang kisahnya tak kalah inspiratif dari dua tokoh utama. Semuanya punya struggle life yang nggak mudah.

Ada Rama yang keren banget karena bisa hidup independent sembari mengurus dua adik kembarnya. Nggak salah kalo Nala bilang Rama itu cool. Da emang sekeren itu dia mah. 

Belum ada rencana pasti. Tapi, jelas gue harus cari kerja dan beasiswa. (Rama, hlm: 6)

Aku nggak bisa bayangin jadi Kak Rama. He's so cool. (Nala, hlm: 432)

Ada juga Satya yang meskipun selalu kelihatan baik-baik saja, tapi pas kumpul masih sering curcol masalah orang tuanya. Hebatnya, dia punya gambaran kalau di masa depan dia nggak mau ngulang kesalahan kedua orang tuanya. Dia mau ngebangun keluarga yang jauh lebih baik. Ingat nggak waktu Satya ngedumel di kafe pas bokapnya mau nikah? Jujur, gue kasihan sama dia, cuman di sisi lain ngakak juga. Masa iya ngomongnya gini, 

Ada aja tingkahnya kayak lagi pubertas lanjutan. (Satya, hlm: 210)

Seenggaknya, ada bayangan keluarga kayak gimana yang sebaiknya gue bangun nantinya. (Satya, hlm: 435)

Nggak kalah membagongkan, ada Fey yang berhasil keluar dari masalahnya dan juga tidak denial dengan orientasi seksualnya yang berbeda. 

But, I feel much better now, meskipun rada engap juga ya hidup sendiri, seenggaknya gue lebih waras. (Fey, hlm: 211)

11. Terakhir, karena buku ini berangkat dari AU, gue akan menemukan beberapa perbedaan dan akhirnya secara natural akan melakukan proses "ngebanding-bandingin" (mohon maaf ya hehe). Jujur, gue pribadi lebih nyaman dengan alur di versi AU-nya. Meskipun di buku ada halaman tambahan yang menunjukkan keterangan waktu, tapi menurut gue kurang berfungsi karena di dalamnya nanti pun tahun-tahunnya random gitu, paham nggak ya gue ngomong apa. Ya intinya kertas yang berwarna hitam tidak terlalu membantu memperbaiki alurnya. Meskipun ya gue paham-paham aja sih karena udah baca versi AU-nya. Tapi gue pribadi sangat ingin kalau buku ini banyak dikenal sama orang, apalagi yang bukan kpoppers dan belum baca AU-nya. Jadi, gue harap dari segi alurnya akan ada perbaikan. Click di sini untuk baca AU-nya, kayaknya sih masih lengkap.

Hmm... gue ngrasa sayang aja gitu cerita sebagus ini tidak diimbangi dengan alur dan penulisan yang baik. Some typos menurut gue masih bisa dimaafkan meskipun nggak sedikit juga typo-nya (mohon maaf part 2). Ada kata yang belum di spasi, ada yang belum waktunya ganti paragraf eh udah kena spasi, ada yang dalam satu kata hurufnya hilang malah keganti sama tanda baca, ada potongan cerita yang double, ada yang dalam satu kalimat itu kurang satu kata krusial sehingga kalimatnya sulit dipahami, ada juga kata ganti yang salah sehingga kalimatnya jadi rancu. Bahkan di "A Book of J" juga ada typo-nya. So ya... ini pr juga untuk penerbit nggak sie???

The last one, ini menurut gue pribadi ya, tanpa mengurangi rasa hormat dan apresiasi gue ke penerbit dan penulis. Bagian "Lomba Trivia" tuh keren banget tapi nggak ada huhu. Nggak... ini mah ekspetasi gue aja sih, nggak ngaruh apapun ke bukunya juga. Karena dengan adanya trivia atau tidak, pesan buku ini tetap tersampaikan. 

Anggep aja si Kala pakai kemeja putih, tapi lagi dicopot 😀
Btw, ini sebelum lomba babak final trivia-nya dimulai. 
Dia ketemu Asha (Mb. mantan) kali yaa, so mukanya jutek gitu. 
Cr on Vid.

Cuman, lomba trivia tuh menurut gue keren aja. Di chapter itu gue bisa membayangkan dua anak manusia yang lagi kenalan dua arah ada dalam satu kompetisi. Pun jadi makin yakin kalau kita sama pasangan kita nanti adalah cerminan diri, nggak yang beda 180 derajat gitu lho maksudnya, at least punya beberapa kesenangan yang sama. Di trivia juga, gue bisa membayangkan kalau Gyanendra Kala beneran se-charismatic itu, kebius nggak tuh lu semua sama pinternya Kala wkwk. (Aah gue mah ini karena ngebayanginnya Lee Haechan sih hihihi 😁)

Oh iya, gue  juga pengin banget bisa baca part OLIMFIS di versi cetak hehe, cuman ternyata nggak ada. Pas Kala maksa main futsal padahal lututnya sakit, terus Clara yang statusnya masih teman doang ngrasa khawatir banget. Gue berasanya Clara-nya posesif padahal belum ada hubungan apapun saat itu. Si Kala juga ngrasa bersalah gara-gara ngotot main. Gemas sih kalau kata gue, hehe.

"Gue di sini ngomong sebagai panitia, bukan kontingen. Kalau lo main rusuh, mending keluar lapangan sekarang. Masih bisa kok gue tanding sekarang." (Kala)

The Memorable Lessons


1. Money Can Buy Happiness.
Dalam sepuluh tahun terakhir, sudah banyak studi memvalidasi bahwa uang bisa membeli kebahagiaan. Salah satu cara bagaimana uang bisa membeli kebahagiaan adalah dengan cara BERBAGI. Intinya, uang bisa membawa kebahagiaan apabila paham bagaimana menggunakannya. Selaras dengan penelitian Dunn & Norton (2019), menyebutkan bahwa "it's not how much you make but how (the way) you spend it that matters."

Clara, sang tokoh utama memang terlahir dengan segudang privilese, terutama dari segi finansial. Namun, ia tidak serta merta sembarangan mengelola keuangannya. Clara cenderung memikirkan cara agar kelebihan harta yang ia punya bisa bermanfaat untuk sekitar. Clara bahagia bisa melihat kawannya melanjutkan pendidikan sama seperti dirinya. Ia juga dengan senang hati melanjutkan program beasiswa yang didirikan oleh ibunya. Ia juga menambahkan program baru hingga ke tingkat universitas. Bahkan Rama, teman Clara, juga berhasil memperoleh beasiswa ini.

2.  Investment in Education Always Pays The Best Interest.
Menurut surat yang ditulis ibunya, Clara adalah anak yang selalu menggebu-gebu ingin melanjutkan sekolah, mengejar pendidikan, serta terus menggali ilmu. Label "perempuan tak usah sekolah tinggi-tinggi" nampaknya tak ada dalam kamus hidup Clara. Ia yakin kalau perubahan itu harus dimulai dari dirinya sendiri dulu. Kalau pengetahuan saja terbatas, lantas bagaimana caranya ia bisa membantu orang lain?

Clara percaya bahwa pendidikan adalah investasi yang punya manfaat terbaik. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk lingkungan sekitarnya, dan bahkan generasinya kelak. Hal itu sesuai dengan pepatah yang sering sekali gue dengar, bunyinya seperti ini, "you educate a man, you educate a man. You educate a woman, you educate a generation."

Tanpa bermaksud merendahkan laki-laki, berikut ini studi terbaru Premuzi, et all, dari Harvard Business School mengungkap bahwa seorang perempuan terbukti memiliki kecenderungan untuk membagikan ilmunya dibanding laki-laki. Ia bisa melatih, membimbing, dan mengembangkan orang lain agar terus bertumbuh. 

3. It's Okay to Be Confused About Small Things.
Ada banyak dari kita yang mungkin bingung kalau dapat pertanyaan begini, apa yang kalian suka dan apa yang nggak kalian suka? Kelihatannya simpel, tapi jujur jawabnya susah kan? Karena kadang tuh apa yang kita suka berjalan beriringan dengan apa yang tidak kita sukai. Jadi pertanyaan se-simpel itu pun akan jadi retoris dan membingungkan. 

"It's good if you do things because of love," buat menuju ke arah itu perlu yang namanya proses. Solusinya ya memang harus melalui prosesnya sampai nanti kita ketemu sama apa yang kita suka. Kalau kata Kala sih gini, 

Buat gue, hidup itu untuk berproses. Dalam prosesnya nanti, juga akan ketemu sama yang namanya ambisi, dari situ segala sesuatunya akan lebih jelas, lo tahu langkah apa yang perlu dilakuin. (hlm: 121) 

4. Everyone has Their Own Way and Timeline, There's No Comparison Between The Sun and The Moon. They Shine When Its Their Time.
Gue harus ngaku, I used to be those girls yang masih sering ngebatin-in hidup orang lain, simply jealous. She/he is living in my dream! Gitu kira-kira. Tapi habis mikir kayak gitu gue selalu ngrasa bersalah, bersalah sama orang itu dan juga Tuhan. Kenapa gitu? Karena biasanya gue dalam hati selalu bilang, "kenapa dia Tuhan, bukan saya aja yang dapet?" Secara nggak langsung selain marah sama orang itu, gue jadi marah juga sama Tuhan. Childish, Right? 

Makanya gue perlu selalu ngingetin ke diri gue sendiri untuk tetap bisa bersyukur sama apa yang belum gue dapet, mungkin waktunya emang masih belum di gue atau ada faktor lain. Karena jujur ya... gue salah banget kalau harus terus-terusan sirik sama pencapaian orang lain bahkan sampai ngrasa insecure karena hal itu. Ngaku lagi deh gue, hal itu nggak mudah tapi gue perlahan akan perbaiki.

Hal serupa ternyata pernah juga dialami Clara, tapi cara dia menyikapi jauh lebih dewasa daripada gue. Sejak SMA, Clara itu ambis buat bisa masuk di Hubungan Internasional UI. Tapi siapa sangka kalau ternyata ketiga temannya justru bisa diterima di jurusan yang dia mau sedangkan dia nggak. Dan yang bikin gue semakin kagum sama Clara, dia bahkan sama sekali tidak iri dengan ketiga temannya. Dia literally bisa happy lihat orang lain happy. Dia bisa tepuk tangan bangga lihat teman-temannya diterima di jurusan yang diinginkan (padahal gue yakin dia juga lagi sedih banget karena Hubungan Internasional UI tuh udah diidam-idamkan banget sama dia. Dia bahkan sering cerita ke ibunya kalau pengin jadi bagian dari jurusan itu). (hlm: 117)

Gue jadi keinget lagi sebuah cerita, ini ceritanya datang dari anaknya Pak Ridwan Kamil, Almarhum Eril. Jadi dulu tuh ada sistem penerimaan yang namanya SNMPTN. Itu sistemnya diambil dari 50% terbaik siswa di sekolah terus didaftarin langsung ke kampus yang diinginkan. Pas mau buka pengumuman, dia barengan gitu sama temannya. Ternyata, setelah dibuka, dia tidak lolos dan temannya lolos. Dia bilang, waktu itu dia sedih banget tapi di sisi lain nggak bohong kalau dia juga senang temannya bisa lolos. Jadi dia ya langsung ngucapin selamat gitu ke temannya. 

Jadi dari sini paham ya? pelan-pelan yuk belajar... gue juga. Seperti yang gue bilang sebelumnya, nggak mudah tapi harus dicoba. Dan terus ingat kalau tiap manusia tuh punya timeline-nya masing-masing.

5. Growth Happens When You're Ready For It. What You Do to Get to The Starting Line Matters.
Kalimat di atas menurut gue sudah cukup menjelaskan bagaimana sesuatu yang besar tidak mudah untuk dimulai. Bahkan untuk memulai garis awalnya saja nggak gampang. Untuk memulai garis itu diperlukan persiapan, salah satunya keberanian. Sama seperti Clara, dia jadi berani karena persiapannya pun sudah matang. Berani itu berbeda dengan nekat ya teman-teman. Meskipun menurut KBBI nekat persamaan katanya adalah berani, namun keduanya tetap berbeda. 

What is the difference between bravery and recklessness? For example, getting close to a poisonous snake, is it professionalism action, bravery, or recklessness?

Menurut para ahli yang berdiskusi di forum ResearchGate, kecerobohan/kenekatan dipandang sebagai suatu tindakan yang belum dipikirkan secara matang. Seringkali, tindakan sembrono dapat dilihat sebagai tindakan berani, meskipun orang yang terlibat tidak mempertimbangkan efek sampingnya. Orang yang dianggap sembrono juga dianggap tidak bertanggung jawab. Misalnya, seorang prajurit yang terburu-buru dalam suatu situasi tanpa pertimbangan yang matang akan dianggap menempatkan rekan-rekan prajuritnya dalam bahaya yang tidak perlu.

Sebaliknya, keberanian dilihat sebagai respons yang berfokus pada diri sendiri terhadap suatu situasi, baik itu sosial, fisik, atau pribadi. Ernest Hemingway mungkin paling tepat mendefinisikan keberanian sebagai "grace under pressure", yang menunjukkan gagasan bahwa dalam situasi yang sulit, seseorang membuat keputusan yang dipertimbangkan dengan baik dan dipikirkan dengan matang sehingga menghasilkan hasil terbaik. 

However, bravery has a spectrum all of its own in terms of "what is bravery." Tindakan sederhananya mengatakan 'tidak' pada situasi yang membahayakan, atau tindakan berlari ke gedung yang terbakar untuk menyelamatkan anak, kedua hal ini dapat di cap sebagai berani. 

Keberanian dan kecerobohan adalah dua elemen utama dari jiwa manusia. Kita semua memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang terburu-buru jika, misalnya, orang yang kita kasihi berada dalam bahaya dan kita semua memiliki potensi untuk melakukan sesuatu yang berani.

Di buku ini, ada banyak keberanian yang dilakukan Clara selain menegur akun sosial media yang memposting fotonya tanpa ijin. Beberapa keberanian yang gue ingat yaitu, keberanian dia untuk melanjutkan Aksara Svarga Foundation, yayasan penyalur beasiswa yang dirintis oleh ibunya. Selanjutnya, chapter saat Clara menegur orang yang memfoto dirinya diam-diam di kereta juga merupakan tindakan berani (hlm: 177). 

Tidak hanya itu, dia juga berani untuk menolong Fey keluar dari masalahnya (hlm: 271). And you know what? Dari semua keberanian dia, nggak ada satu pun yang ia lakukan tanpa persiapan. Clara ini anaknya well prepared+perfectionist, dia punya plan dari a sampai z. Nggak heran otaknya penuh banget. Kalau kata Kala, 

Sederas-derasnya hujan, aku meyakini ada yang lebih deras; kamu dan segala sesuatu yang berputar di isi kepala. (Bagian Empat - A Book of J)

6. My Dear, I Don't Give A Damn.
Di buku ini salah satu momen yang paling gue nantikan adalah momennya Kala dan Nala. Bonding mereka berdua tuh kuat banget dan gue intinya mah suka aja gitu. Kadang bisa sweet, kadang random aja gitu jahil-jahilan. Dan yang jelas, mereka berdua saling sayang dan mengasihi satu sama lain. I remember the moment when Nala was worried about something. Then she talked to her brother to relieve her feelings. (hlm: 149)

Terus ya menurut gue sarannya Kala benar. Kita nggak harus kok selalu memenuhi ekspetasi orang lain terhadap diri kita. Terus juga, rasa khawatir itu wajar banget dimiliki setiap orang, cuman ya jangan berlebihan. Kalau memang khawatir dan bisa nge-handle rasa itu sendiri yaudah, coba diatasi sendiri. Tapi kalau pun nggak bisa, cerita ke orang lain juga boleh. Intinya, apa yang bikin cemas itu harus diatasi biar nggak berlarut-larut. 

It’s OKAY to be worried. Being worried means you're about to do something really, really brave.

You have no responsibility to live up to what other people think you ought to accomplish. You have no responsibility to be like they expect your to be. It’s their mistake, not your failing.

Interesting Chapter or Favorite Moments


1. Momen favorit gue yang pertama adalah, waktu Kala-Clara pergi ke yayasan sekolah khusus anak-anak penyandang disabilitas buat ngrayain ulang tahun Clara. (hlm: 299) 

Energi yang gue dapat waktu baca part ini tuh emang lebih banyak sedih dan terharunya, tapi di sisi lain gue senang juga. Terutama pas lihat semangat mereka (anak-anak yang ada di yayasan), terus mereka juga terbiasa dengan hal baik seperti mengucapkan three magic words (say please, sorry, and thank you), dan yang paling penting mereka itu genuine.

2. Selanjutnya, semua isu sosial yang dibahas jadi favorit gue. Sejujurnya gue nggak bisa milih karena gue ngrasa isunya penting semua. Surat Bagas nih emang parah banget, gue asli tau ada kasus begini. Gue jadi ingat ada satu pesan yang pernah ditulis oleh Vincent van Gogh untuk Theo van Gogh (adiknya) pasca pertengkaran hebat mereka soal karir. Begini bunyi pesannya, 

Ada api yang berkobar-kobar dalam diriku, tapi yang dilihat banyak orang di sekitarku hanya sedikit asap di atas cerobong. 

Sama kayak Bagas, keinginan Bagas buat lanjut kuliah tuh besar banget layaknya kobaran api. Tapi para elit pendidikan sama sekali tidak melihat kobaran api itu dan justru fokus pada liberalisasi pendidikan dan komersialisasi pendidikan. Pendidikan diperdagangkan, bahkan proses mendapatkan besiswanya juga terhalang birokrasi. Masa bodoh dengan apa yang Bagas dan teman-teman seperjuangannya inginkan, yang terpenting bagi para elit adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besanya dari sektor pendidikan.

3. Momen Kala salting pas diajak kenalan dua arah sama Clara menurut gue juga lucu sih hehe. Gue jarang aja gitu lihat Kala salting brutal, sering lihatnya si Clara yang salting. Pas malam kesenian itu dia benar-benar kelihatan kayak orang jatuh cinta gitu, salting tapi ditahan. Gemaslah pokoknya! (hlm: 288)


4. All moments in Langkat. Really, I love it!

Oiya, gue nggak tau mau masukin pendapat gue yang ini di segmen mana. Cuman masalah yang Clara ngasih sebagian porsi makannya itu bukan asal gemas-gemas-an ya, mungkin emang Kala porsi makannya banyak gitu. Jadi, kalau ditambah porsi nasi sama Clara pun lambungnya masih bisa nampung. Nah yang jadi concern gue, kalau misal memang porsi makannya sedikit, lebih baik ambilnya sedikit atau dibungkus buat nanti gitu? Tanggung jawab itu nggak melulu tentang sesuatu yang besar. Menghabiskan makanan yang sudah kita taruh di piring pun sudah termasuk bentuk tanggung jawab. 

Bukan apa-apa sih apalagi mau jadi "pick me girl". Gue lihat cowok-cowok/bapack-bapack yang sering ngabisin porsi makan pacar/istrinya tuh kasian juga lama-lama hihihi. Sebenarnya dia punya pilihan buat nggak makan sebagian porsi itu. Cuman ya mungkin selain doyan wkwkwk, juga sayang aja gitu kalau dibuang. Gue cuman pengin lihat semua pasangan bisa sehat bersama. Kebanyakan makan juga nggak bagus bestie, apalagi ini ketambahan karbohidratnya. Kan biasanya di tempat makan gitu se-porsi emang udah ditakar buat satu orang gitu kan. Tapi balik lagi, ini pendapat masing-masing orang.

Akhirnya selesai juga gue nge-review buku ini, hehe. Gue sangat merekomendasikan buku ini untuk kalian baca. Bisa juga dijadiin comfort book karena sebenarnya isu yang dibahas tuh masih kulitnya aja, jadi nggak terlalu berat. Juga buat yang mengalami quarter life crisis, buku ini cukup membantu kalian yang mungkin lagi kehilangan arah biar on track lagi. 

Oh iya, saran dari gue, bacanya pelan-pelan aja kalau nggak mau kehilangan momen Kalara lebih cepat. Rindu itu berat biar aku saja, karena kalau udah tamat rasanya rindu banget sama para lakonnya xixixi. 

Btw, karena buku ini banyak dicintai, seorang kpoppers influencer sampai membuat lagu untuk buku ini. Dengan judul yang sama, lagu My Youth tercipta khusus untuk kedua tokoh utamanya, "Kala & Clara."

 
Jenifer Wirawan bikin kita tambah susah move dari Kalara nggak, sih? wkwkw

Pertanyaan terakhir nih bestie, kira-kira ada nggak ya sosok luar biasa kayak mereka di dunia nyata? Kalau belum ada, bisa kali kita mencontoh kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan. Seperti tagline di buku ini, "Do Good, be Kind, & be Brave." 

Can’t wait to see more Giantara's books in the future. Lots of love 💕💚💜
See yaaaa!

*note: Kisah di buku ini sama sekali tidak berkaitan dengan facial claim yang dipilih. Tujuan facial claim hanya untuk memudahkan pembaca memahami isi cerita fiksi yang dibuat.

1 Comments

  1. Anonymous8:46 pm

    Hi kak cika lama banget aku nungguin update-an terbaru tentang review buku in your blog. And boom ternyata barusan aku mampir lagi, udah makin keren aja wkwk (ada tambahan Character map, video tentang momen-momen para tokoh dll). KEEP GOING KAK ! It's very cool, I'm waiting for your next review. (mau kasih rekomendasi , coba baca Au- nya @sukkiech "The perks of having a damn smart graduated senior as your boyfriend". Siapa tau cocok kak, and maybe you want to review it☺.

    ReplyDelete

About | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer | Sitemap