Ego Mayoritarianisme dan Ekstremisme -->

Ego Mayoritarianisme dan Ekstremisme

Baru-baru ini di India terjadi bentrok yang dipicu serangan terhadap kelompok penolak UU CAB oleh kelompok Hindu pendukung UU tersebut. Kelompok penolak adalah penduduk beragama Islam, yang notabene hanya 15-20% dari total penduduk India, sehingga disebut kelompok minoritas. Sedangkan 80% lainnya beragama Hindu, yang secara otomatis menjadi kelompok mayoritas.

Menurut Habib Husein, kelompok mayoritas rentan mengalami sindrom mayoritarianisme. Ketika suatu kelompok menjadi mayoritas tidak menutup kemungkinan egonya juga makin naik. Jadi merasa paling berkuasa dan paling benar dari kelompok minoritas.

Udahlah mayoritas, ekstremis pula. Mereka yang ekstrem kemungkinan besar susah banget menerima perbedaan dan cenderung merasa paling benar.

Hal ini mengingatkan gue sama negeri sendiri, Indonesia. Ego mayoritarianisme dan ekstremisme juga ada di Indonesia. 

Sebut saja di Bekasi. Sekelompok orang menolak rencana pembangunan pura dengan alasan minimnya jumlah penganut Hindu di sana.

Ada lagi, penolakan renovasi masjid oleh umat Kristen di Papua. Alasannya menara masjid lebih tinggi dari gereja di sekitar lokasi.

Tau sendiri lah di daerah-daerah yang gue sebut tadi mayoritas agamanya apa.

Kaum ekstremis tidak akan segan untuk menyerang orang yang nggak sepaham dengannya. Mereka nggak mengenal kata toleransi. Bahkan nggak jarang, yang diserang adalah orang yang seagama dengan mereka, tapi melindungi agama yang berbeda, yang dianggap musuh.


Tau Mahatma Gandhi? Ya, Mahatma Gandhi gencar sekali mempromosikan gerakan Ahimsa (tanpa kekerasan) di India. Beliau juga tokoh yang berjuang agar Islam dan Hindu bisa berdampingan di satu negara yang sama. Tapi apa? Gandhi malah ditembak oleh kaum ekstremis Hindu yang marah terhadap sikap Gandhi yang bersahabat dan melindungi muslim di sana.

Tau Gus Dur? Pasti! Lihat berapa banyak orang yang menunjukkan ketidaksukaan terhadap Beliau yang selalu mengusung toleransi antarumat beragama, supaya ada ketentraman dan kedamaian dalam beragama.

Siapa yang dirugikan atas perpecahan (bahkan bentrok) itu? Kedua belah pihak. Bahkan yang nggak ngerti apa-apa jadi ikutan kena juga. Gegara punya agama yang sama dengan kelompok tertentu, jadi ikutan diserang juga.

Gue selalu percaya, kalau semua agama mengajarkan kebaikan. Jangan salah paham! Masalah kebenaran ya tergantung yang mengimani. Karena gue muslim, ya gue menganggap yang paling benar adalah Islam. Begitu juga pemeluk agama lain. Mereka juga menganggap agamanya yang paling benar. Tapi, kalau masalah kebaikan, rasanya nggak ada agama yang ngajarin hal-hal buruk, kayak mencuri, membunuh gitu.

Harusnya hal-hal yang keluar dari makhluk beragama adalah kebaikan. Bahwa orang yang beragama harusnya lebih paham tentang kemanusiaan, tentang berbuat baik pada sesama. Tapi apa? Banyak kejadian sebaliknya. Makanya nggak heran kalau ada orang yang menyuarakan humanity above religion.


Hmmm oke. Untuk mengakhiri curahan pikiran gue kali ini, gue bakal ngasih satu quote dari Mahatma Gandhi (dan dipakai di drakor I Hear your Voice yang gue tonton bertahun-tahun yang lalu. Masih inget, karena kata-katanya bagus banget). Meskipun agak nggak nyambung sama bahasan di atas, nggak apa-apa!

Satu mata diganti dengan mata lainnya hanya akan menimbulkan kebutaan di dunia. 

2 Comments

  1. Bener banget mba, perihal kemanusiaan dan kebaikan—bahkan sederhananya—kita gak memerlukan teori yang serasional mungkin kepada sesama. Kalau orang tanpa agama aja bisa lebih tolerir dan paham akan isu kemanusiaan, dll, kenapa umat yg beragama malah sebaliknya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hmmm...nggak semua orang punya common sense dan pemahaman kalau ibadah nggak sekadar ritual. Ibadah seringkali dipahami secara sempit. Padahal memanusiakan manusia lain juga bentuk ibadah.

      Delete

About | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer | Sitemap