Ngomongin Marital Rape (Perkosaan dalam Perkawinan) -->

Ngomongin Marital Rape (Perkosaan dalam Perkawinan)

Menjelang akhir tahun 2019, ada wacana yang lumayan bikin gempar jomblo-jomblo di seantero negeri ini. Tahun depan katanya bakal ada pelatihan pranikah buat syarat nikah, ya? Nggak apa-apa, jangan panik! Liatin aja dulu. Hahaha...

"Mau bahas sertifikasi nikah, Cik?"

Sayangnya nggak.
Hari ini gue bakal ngomongin Marital Rape, seperti judul yang gue tulis di atas. *Harusnya sih kalian udah baca pas pertama kali lihat postingan ini*
Jadi, beberapa bulan lalu (pas orang lagi gencar-gencarnya bahas RUU-PKS), gue nggak sengaja lihat video seorang ustaz yang lagi debat sama seorang aktivis perempuan. Gue dengerin bener-bener pas Beliau berdua berargumentasi. Sampai akhirnya gue denger satu kalimat yang bikin gue kaget sekaligus kesel. Seolah-olah perempuan tuh nggak punya hak untuk didengar pendapatnya. Btw, kalimatnya terlontar dari ustaz itu.

Hmmm...kurang lebih kalimatnya kayak gini:

Nggak bisa. Kalau hasrat sudah mau, ya mesti. Si istrinya diem aja, tidur aja, nggak sakit kok!

Gue langsung mikir, "Wow, harus kayak gitu kah? Ga bisa gitu kompromi dulu?"

Saat itu gue sangat berharap kalau Pak Ustaz lagi salah ngomong aja. Hmmm...

Dari situ, gue mulai cari-cari referensi tentang bagaimana harusnya suami istri bersikap, termasuk dengerin obrolan Habib Husein sama seorang dosen di kanal youtube Beliau.

Setelah gue baca dan dengerin ini itu, gue memutuskan untuk memasukkan ini ke folder khusus topik-topik tulisan yang pengin gue share di blog suatu hari nanti.


Apasih marital rape itu?

Marital rape itu hubungan seksual antara suami istri dengan cara-cara kekerasan, paksaan, ancaman, atau dengan cara lain yang nggak dikehendaki sama pasangan. Bahasa gampangnya, perkosaan dalam perkawinan.

Nggak hanya di Indonesia, marital rape ini merupakan masalah yang cukup disoroti di berbagai belahan dunia. Coba deh cari jurnal-jurnal tentang marital rape! Banyak banget.

Menurut tulisan yang gue baca di website Komnas Perempuan, pengaduan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan pada tahun 2018 meningkat 14% dari tahun sebelumnya. Pelaporan khusus marital rape juga mengalami peningkatan di tahun 2018, mencapai 195 kasus.

Gue nggak akan nyebutin satu-satu kasus yang mencuat di permukaan, karena beritanya udah bertebaran di google.
Contoh paling gampang, apa yang diucapkan ustaz di atas bisa masuk marital rape kalau bener-bener dilakukan oleh seseorang. Gue juga pernah baca ada seorang istri yang digorok sama suaminya karena menolak berhubungan intim. Ckck...

Trus, kalau udah ada kejadian kayak gitu. Masihkah masalah ini kita anggap sepele atau bahkan mengganggu ranah pribadi?

Nggak! Gue rasa negara harus hadir ketika banyak ketimpangan relasi, timbul kesakitan, dan udah nggak manusiawi.


perkosaan dalam perkawinan
Adakah undang-undang yang mengatur? (Source: pixabay.com)


Adakah undang-undang tentang marital rape?

Sebenernya ada UU No. 23 Tahun 2004 Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), Pasal 8, tentang pemaksaan hubungan seksual terhadap orang yang menetap di lingkungan rumah tangga.

Nah, yang menetap di lingkungan rumah tangga itu bisa anak, ayah, ibu, mertua, dan lain-lain. Jadi, nggak spesifik antara suami dan istri.

Sedangkan di KUHP, yang dibahas adalah perkosaan di luar hubungan perkawinan. Bukan marital rape. Makanya, kemarin itu dibuat pasal RKUHP yang mengatur marital rape, revisi dari KUHP sebelumnya. Meskipun ntar perlu dijabarkan lagi pemaksaan itu batasnya seperti apa.

Eh, malah rame banget karena dianggap pasal karet, yang bisa menjerat suami ataupun istri yang maksa melakukan hubungan seksual.

"Lah, masak gue perkosa istri sendiri, kan aneh!"
gitu kata orang-orang.

Bahkan, nggak sedikit yang menjadikannya guyonan atau bahan lelucon. Ckck...padahal menurut gue itu nggak lucu sama sekali.

Dan lagi, di rumusan RKUHP yang baru itu nggak cuman perempuan yang dilindungi, laki-laki juga.

Lagian, kalau emang kita bisa memperlakukan pasangan kita dengan ma'ruf, ya kenapa harus menentang habis-habisan pasal itu?

Oke, balik lagi. Kesimpulannya, belum ada undang-undang yang secara spesifik membahas tentang marital rape. Ya kalau jadi disahkan, ntar bisa pakai RUU-PKS sebagai payung hukum khusus (lex specialist) buat melindungi semua orang.


Kenapa sih hubungan antara suami istri harus diatur sama negara? Itu kan udah masuk ranah privat.

Ya karena masih banyak kasus marital rape. Yang kita tau itu cuman yang muncul di permukaan, tapi di bawah-bawahnya kita nggak pernah tau lho. Bahkan ada yang nggak sadar kalau dia itu kena marital rape.

Seandainya seluruh orang di negeri ini tau cara memperlakukan pasangannya, gue rasa nggak akan ada undang-undang yang mengatur marital rape.

Jadi, menurut gue, jawabannya sesimpel itu. Ya mungkin kita dan orang-orang di sekeliling kita nggak melakukan itu, dan nggak pernah denger atau lihat langsung orang yang jadi korban marital rape. Tapi, pernahkah kita mikir kalau ada orang di tempat lain yang mengalami ini?

Depresi adalah salah satu dampak marital rape (Source: pixabay.com)


Dampak marital rape

1. Dari yang gue baca, marital rape bisa membuat korban trauma fisik dan emosional. Ada kemungkinan membuat seseorang tertekan dan nggak bahagia. Itu pendapat Kristi Poerwandari (psikolog dari Yayasan Pulih) yang gue baca di femina.co.id.

Bahkan bisa menimbulkan trauma berat. Dan efeknya bisa sangat lama. Korban bisa mengalami gangguan kecemasan (anxiety), ketakutan, insomnia, sampai depresi.

In the WHO multi-country study, women who had ever experienced physical or sexual partner violence, or both, reported significantly higher levels of emotional distress and were more likely to have thought of suicide or attempted suicide, than were women who had never experienced partner violence

Gue pernah dapet cerita dari temen. Jadi, temennya temen gue (bingung ga tuh?) sampai gelisah tiap malem dateng, gegara diajakin hubungan intim mulu sama suaminya. Kebayang nggak? Sampe gelisah lho dia.

2. Menimbulkan lecet pada vagina atau luka fisik lainnya

3. Menimbulkan gangguan seksual dan reproduksi

4. Dan lain-lain....(kalian bisa baca di sumber-sumber yang gue cantumin di bawah).

Marital rape dalam perspektif Islam (Source: pixabay.com)


Marital rape dalam perspektif Islam

Harusnya kekerasan seksual, marital rape, itu nggak bisa dikaitkan dengan agama manapun. Istilahnya, perkosaan ya perkosaan. Kaitannya dengan masing-masing orang (individu). Dan, gue yakin di agama manapun nggak ada yang membenarkan kekerasan, pemaksaan, dan lain-lain.

Tapi, nggak apa-apa gue bahas sekalian, karena kebetulan gue sempet baca beberapa tulisan. Dan juga karena banyak orang yang menghubung-hubungkan hal ini dengan agama, terutama Islam.

Dalam perspektif agama secara makro, pemaksaan seksual merupakan suatu pelanggaran kemanusiaan. Agama Islam turun saat dehumanisasi terjadi secara sadis di tengah-tengah komunitas sosial masyarakat Arab jahiliyah. Dulu, kalau ada anak perempuan lahir, maka akan dikubur hidup-hidup. Perempuan dianggap suatu beban jika dibiarkan hidup.

Islam lalu hadir untuk menentang praktik-praktik sadis itu. Perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki. Hak untuk hidup, hak untuk berpendapat, dan lain sebagainya. Islam yang membangun kesadaran kemanusiaan itulah yang harusnya kita tarik konteks perjuangannya.

Menurut gue, kita tuh harus sadar kalau pasangan kita adalah manusia, yang sudah semestinya dimanusiakan. Dia juga punya perasaan dan pendapat yang harus kita dengar. Kita ini partner lho!

Relasi yang dibangun pun harusnya atas dasar cinta, bukan kepemilikan apalagi kekuasaan. Bukan kalau kita bilang A, maka dia juga harus melakukan A. Nggak!

"Lah, tapi istri kan harus taat sama suami!"

Hmmm...apakah ketaatan itu selalu diaplikasikan dengan mengiyakan semua kata suami? Nggak bisa ya kita diskusi dulu?
Menurut gue, semuanya bisa diomongin dulu. Termasuk ketika akan melakukan hubungan seksual. Ya nggak ada salahnya juga sih nanya dulu. 

*ceritanya suami istri ini ya. Jangan salah baca!*

"Eh, misal nanti aku minta ini, kamu keberatan nggak? Kamu lagi capek nggak, zeyeng?"

*aduh kalau ada orang (suami/istri) sesopan itu, nggak ngerti lagi gue.*

Kalaupun ntar si istri nolak, yaudah. Jangan maksa! Inget lagi, kalau suami harus menggauli istrinya dengan ma'ruf. Al Syirazi mengatakan meskipun pada dasarnya istri wajib melayani permintaan suami, akan tetapi jika memang tidak terangsang untuk melayaninya, ia boleh menawarnya atau menangguhkannya.

Apalagi kalau istrinya lagi sakit. Nggak wajib buat melayani ajakan suami. Jika suami tetap memaksa, pada hakikatnya ia telah melanggar prinsip mu'asyaroh bil ma'ruf dengan berbuat aniaya kepada pihak yang harusnya ia lindungi.

Itu menurut yang gue baca. *Tenang! Ntar gue kasih sumber-sumbernya*

Nah sebagai istri (nanti), kita kalau mau nolak ya nolaknya yang sopan dan halus. Sampein aja alasannya kenapa.

Kan enak kalau dua-duanya saling pengertian. Sama-sama happy. Ya, nggak?

via GIPHY

Lagian, tujuan utama nikah apasih? Buat membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warohmah *sesuai tagline pas dateng di nikahan orang*

Ya kalau membahagiakan satu sama lain aja nggak bisa, gimana mau punya ketentraman batin?
Kalau mawaddah warohmah nggak ada, mana bisa sakinah itu terbentuk?


Sama satu lagi. Nikah tuh isinya bukan pemenuhan hasrat biologis doang. Bukan perkara bebas nglakuin hal-hal yang dulunya haram, trus sekarang jadi halal.
Lebih dari itu, chingudeul! Bagaimana kita dan pasangan bisa saling dukung, saling menghargai, saling menghormati, dan bersama-sama menjadi orang yang lebih baik. Kata orang-orang tuh biar bisa bersama sampai surga. Nah! Dengan cara apa? ya salah satunya dengan memperlakukan pasangan sebagai partner, yang tentu perlu kerja sama di dalamnya.


Jadi, gitu sih. Simpulkan sendiri! *Hahaha...apasih!*

Just because a woman said "I do" to marriage doesn't mean that she has said "I do" to sex whenever, wherever, and however her husband wants it.


Ini video yang gue tonton. Coba tonton deh!



Tulisan-tulisan yang gue baca:
1. Understanding and addressing violence against women
2. Marital Rape (Perkosaan dalam Perkawinan) Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia
3. Marital Rape (Pemaksaan Hubungan Seksual Suami terhadap Istri)
4. Islamic Perspective on Marital Rape
5. Consensual sex is key to happiness and good health, science says
6. RKUHP: Paksa Pasangan Sah Bersetubuh, Terancam 12 Tahun Penjara
7. Consent and Coercion: Examining Unwanted Sex Among Married Young Women in India
8. Incidence and Correlates of Unwanted Sex in Relationships of Middle and Late Adolescent Women
9. Dan lain-lain...lupa nggak disimpen. *Jangan nyuruh cari di history!*

2 Comments

  1. Sebelumnya aku bingung juga sih saat istilah pemerkosaan dalam perkawinan itu mencuat. Apa sih salahnya berhubungan biologis antara suami-istri. Dan sepertinya gak ada yang salah saat suami meminta berhubungan biologis dengan istrinya. Lalu kenapa harus ada RUU tentang pemerkosaan dalam perkawinan?

    Dan setelah membaca artikel ini, aku baru ngeh kenapa isu ini mencuat. Karena banyak sekali kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan karena istri yang menolak ajakan hubungan biologis dari suaminya. Kalau melihat sisi kelam dari fenomena tersebut, RUU itu sebenarnya perlu juga disahkan untuk melindungi kaum istri. Atau mungkin juga adanya sertifikasi layak kawin bisa digunakan untuk meminimalisir adanya kejadian kekerasan rumah tangga khususnya yang disebabkan karena penolakan hubungan biologis ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, banyak banget masalah yang nggak muncul di permukaan. Terutama karena korbannya merasa itu aib antara dia dan pasangannya. Belum lagi, ntar kalau nglapor malah diketawain karena di Indonesia marital rape belum terlalu dikenal.

      Sebenarnya RUU itu nggak cuman melindungi perempuan. Laki-laki pun terlindungi dengan disahkannya RUU itu. Karena ternyata ada juga laki-laki yang diperlakukan seperti itu oleh perempuan.

      Delete

About | Contact Us | Privacy Policy | Disclaimer | Sitemap